Esaunggul.ac.id, Penyakit hepatitis masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia. Hari Hepatitis Sedunia (World Hepatitis Day) diperingati pada tanggal 28 Juli setiap tahunnya guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah global virus hepatitis ini dan upaya pencegahannya.
Lantas bagaimana tentang Hari Hepatitis Sedunia tahun 2023 ini, berikut ini rangkuman hasil perbincangan dengan Prof. Maksum Radji, Gurubesar Mikrobiologi, Prodi Farmasi FIKES, Universitas Esa Unggul Jakarta.
Sejarah Hari Hepatitis Sedunia
Menurut Prof. Maksum, dengan melansir laman https://www.edudwar.com/world-hepatitis-day/ peringatan hari hepatitis sedunia ini dimulai ketika berbagai kelompok pasien hepatitis di Eropa dan Timur Tengah memperingati Hari Kesadaran Hepatitis C Internasional pada tanggal 1 Oktober 2004. Selain itu, sejumlah kelompok lain juga merayakan hari Hepatitis pada hari yang berbeda. Berdasarkan pertimbangan akan pentingnya untuk memperingati hari tersebut, maka pada tahun 2008 World Hepatitis Alliance dan kelompok pasien hepatitis mendeklarasikan tanggal 19 Mei sebagai Hari Hepatitis Sedunia yang pertama.
“Kemudian pada bulan Mei 2010 berdasarkan resolusi sidang Majelis Kesehatan Dunia PBB yang ke-63, tanggal 28 Juli dipilih sebagai pengganti 19 Mei untuk diperingati sebagai Hari Hepatitis Sedunia. Hari itu dipilih untuk menghormati Peraih Nobel Baruch Samuel Blumberg, penemu virus hepatitis B, dimana tanggal 28 Juli tersebut merupakan hari ulang tahunnya. Sejak tahun 2011, setiap tanggal 28 Juli diperingati sebagai Hari Hepatitis Sedunia”, ungkapnya.
“Dr. Blumberg telah menemukan dan mengidentifikasi virus hepatitis B pada tahun 1967, dan dua tahun kemudian ia berhasil mengembangkan vaksin hepatitis B yang pertama. Berdasarkan temuan yang luar biasa tersebut Dr. Blumberg mendapatkan Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1976”, tambah Prof.Maksum.
Tema dan makna Hari Hepatitis Sedunia tahun 2023
Menurut Prof. Maksum Hari Hepatitis Sedunia yang diperingati setiap tanggal 28 Juli di seluruh dunia ini merupakan salah satu upaya penting untuk meningkatkan kesadaran tentang berbagai jenis hepatitis dan penularannya, serta memperkuat upaya pencegahan dan pengendalian virus hepatitis, meningkatkan cakupan vaksin hepatitis B dan tanggap global terhadap penyakit hepatitis.
Prof. Maksum menambahkan bahwa dengan melansir laman resmi WHO, tema Hari Hepatitis Sedunia 2023 adalah “One Life, One Liver” yang artinya “Satu Kehidupan, Satu Hati”. Tema ini merupakan ajakan bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap hepatitis karena penyakit hepatitis ini dapat menghilangkan satu nyawa dan satu hati yang dimiliki oleh setiap manusia.
Penyakit Hepatitis
Prof. Maksum menjelaskan bahwa hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh beberapa jenis virus dan senyawa lain yang dapat menyebabkan berbagai gejala medis, dimana beberapa di antaranya bisa berakibat fatal. Ada lima galur utama virus hepatitis yaitu tipe A, B, C, D, dan E, yang dapat menyebabkan penyakit hepatitis, “Masing-masing galur virus hepatitis berbeda dalam cara penularan, tingkat keparahan penyakit, distribusi geografis, dan metode pencegahannya. Khususnya virus hepatitis tipe B dan C menyebabkan penyakit kronis dan merupakan penyebab utama kasus sirosis hati, kanker hati, dan kematian akibat virus hepatitis”, paparnya.
Prof. Maksum menambahkan bahwa saat ini diperkirakan sebanyak 354 juta orang di seluruh dunia hidup dengan hepatitis B atau C. Indonesia merupakan salah satu negara dari 20 negara dengan kasus penyakit hepatitis tertinggi di dunia. Secara global prevalensi hepatitis B mencapai 2 miliar kasus. Sebanyak 240 juta di antaranya adalah kronis dan berisiko berkembang menjadi kanker hati. Hepatisis B menyebabkan angka kematian yang tinggi, sekitar 500-700 ribu per tahun.
Mengutip data yang dilansir dari Kemekes RI, Prof. Maksum menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2022, sekitar 7,1 persen atau 18 juta masyarakat Indonesia terinfeksi hepatitis B, dimana sekitar 35.757 bayi lahir dengan hepatitis B. Hal ini menunjukkan bahwa risiko penularan virus hepatitis khususnya hepatitis B, C, dan D terjadi secara vertikal langsung dari Ibu ke bayinya sangat tinggi. Selain itu transmisi virus hepatitis B, C, dan D dapat terjadi melalui cairan tubuh (air ludah, cairan sperma), penggunaan alat tindik atau tato, maupun penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba. Separuh dari dari jumlah tersebut sangat berisiko menjadi hepatitis kronis.
Gejala Klinis
Menurut Prof. Maksum, umumnya orang yang terinfeksi virus hepatitis A, B, C, D atau E hanya menunjukkan gejala ringan. Namun, setiap galur virus dapat menyebabkan gejala yang lebih parah. Gejala hepatitis A, B dan C antara lain termasuk demam, malaise, kehilangan nafsu makan, diare, mual, urin berwarna gelap dan kulit serta bagian putih mata menguning. Dalam beberapa kasus, virus juga dapat menyebabkan infeksi hati kronis yang nantinya dapat berkembang menjadi sirosis hati atau kanker hati, hingga risiko kematian.
Hepatitis D (HDV) hanya ditemukan pada orang yang sudah terinfeksi hepatitis B (HBV); namun, infeksi ganda HBV dan HDV dapat menyebabkan infeksi yang lebih parah dan prognosis yang lebih buruk, termasuk percepatan perkembangan menjadi sirosis hati.
Gejala klinis Hepatitis E (HEV) dimulai dengan demam ringan, nafsu makan berkurang, mual dan muntah yang berlangsung selama beberapa hari. Beberapa orang dapat mengalami sakit perut, gatal (tanpa lesi kulit), ruam kulit atau nyeri sendi. Mereka mungkin juga menunjukkan penyakit kuning, dengan urin gelap dan tinja pucat, dan gejala pembesaran hati (hepatomegali), atau gagal hati akut.
Upaya Pencegahan dan Pengobatan
Menurut Prof. Maksum, angka kesakitan dan kematian akibat infeksi virus hepatitis sangat tinggi. Oleh sebab itu upaya pencegahan menjadi faktor yang penting.
“Saat ini vaksin hepatitis yang aman dan efektif telah tersedia untuk mencegah virus hepatitis B (HBV). Vaksin ini juga dapat mencegah perkembangan virus hepatitis D (HDV) dan jika diberikan saat bayi lahir dapat mengurangi risiko penularan dari ibu ke anak. Selain itu infeksi hepatitis B kronis dapat diobati dengan senyawa antivirus. Pengobatan dapat memperlambat perkembangan sirosis hati, mengurangi kejadian kanker hati dan meningkatkan kelangsungan hidup. Vaksin untuk mencegah infeksi hepatitis E (HEV) juga tersedia, walaupun saat ini belum tersedia secara luas”, imbuhnya.
Prof, Maksum juga menjelaskan bahwa hepatitis C (HCV) dapat menyebabkan infeksi akut dan kronis. Beberapa orang sembuh dengan sendirinya, sementara yang lain dapat terjadi komplikasi lebih lanjut, termasuk sirosis atau kanker. Obat antivirus dapat menyembuhkan lebih dari 95% orang dengan infeksi hepatitis C, sehingga mengurangi risiko kematian akibat sirosis dan kanker hati. Sedangkan Virus hepatitis A (HAV) merupakan virus hepatitis yang paling umum terjadi di negara-negara yang tingkat sanitasinya kurang baik akibat akses ke sumber air bersih terbatas dan adanya risiko makanan yang terkontaminasi. Vaksin yang aman dan efektif juga tersedia untuk mencegah hepatitis A. Sebagian besar infeksi HAV bersifat ringan, dengan sebagian besar dapat pulih sepenuhnya dan menghasilkan imunitas tubuh terhadap infeksi virus hepatitis A.
“Upaya pencegahan menjadi faktor yang penting pada penyakit hepatitis. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan cara meningkatkan pola hidup bersih dan sehat, mengonsumsi makanan yang sehat, hindari merokok dan alkohol, serta hindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bersama dan program vaksinasi guna mencegah penularan hepatitis dari ibu ke bayinya”, tutup Prof. Maksum, mengakhiri perbincangan ini.
Leave a Reply